Benjamin Netanyahu (Newsweek) |
"Saya memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk menyelesaikan, dalam waktu satu bulan, re-evaluasi semua kontak dengan PBB," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagaimana dikutip Reuters, Minggu (25/12).
Peninjauan ulang tersebut "termasuk pendanaan institusi-institusi milik PBB dan keberadaan perwakilan PBB di Israel," ujarnya. Namun, dia tidak menyebut nama institusi yang dimaksud maupun menjelaskan lebih lanjut.
PBB memutuskan untuk mengadopsi resolusi tersebut setelah Amerika Serikat menyatakan abstain dalam pemungutan suara, Jumat pekan lalu. Sementara 14 anggota Dewan Keamanan lainnya sepakat mendukung hal tersebut.
Selama berdekade, Israel berupaya untuk membangun pemukiman di wilayah yang direbut dalam peperangan 1967 silam.
Sebagian besar negara memandang aktivitas pembangunan pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai tindakan ilegal dan dapat mengganggu proses perdamaian.
November lalu, Israel berencana membangun 500 rumah baru untuk bangsa Yahudi di wilayah Yerusalem yang dicaplok Israel. Pencaplokan ini terjadi tak lama usai Donald Trump memenangkan pemilu presiden Amerika Serikat.
Sejumlah spekulasi sempat mencuat di kalangan para diplomat PBB yang meragukan apakah pemerintah AS bisa menahan diri dari menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi yang merugikan Irael ini. Pasalnya, resolusi yang sama sempat diveto oleh AS pada 2011.
Kini abstainnya AS dipandang sebagai perpisahan menyakitkan dari Presiden Barack Obama, yang telah memiliki hubungan sengit dengan Perdana Menteri Netanyahu.
Sumber : www.cnnindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar