Insights of Indonesian

Nikmati Beragam Informasi Aktual dan Terpercaya

Jumat, 16 Desember 2016

PENCEMARAN TELUK BUYAT INDONESIA OLEH PT. NEWMONT MINAHASA RAYA


Salah satu firma multinasional (MNC) dibidang pertambangan emas adalah Newmont Gold Company International. Perusahaan asal Denver, Amerika Serikat ini memiliki anak usaha di Indonesia dengan nama PT. Newmont Minahasa Raya yang melakukan eksplorasi dan penambangan emas di Sulawesi Utara. Pada tahun 1996 PT. Newmont Minahasa Raya mulai beroperasi di wilayah konsesi yang tertulis dalam kontrak karya yang telah disetujui oleh presiden Soeharto pada tahun 1986 yang meliputi 527.448 hektar di desa Ratotok, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Perusahaaan ini membuang limbahnya ke perairan laut Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow melalui pipa baja sepanjang 10 km menuju kedalaman 82 meter.

Limbah tailing (sisa olahan emas yang mengandung logam berat) yang dihasilkan oleh perusahaan langsung dialirkan ke perairan Teluk Buyat tanpa  dilakukan proses detoksifikasi terlebih dahulu untuk mengurangi kadar logam yang terkandung didalamnya. Akibatnya penduduk yang mayoritasnya adalah nelayan yang bermukim di perairan ini merasa bahwa hasil tangkapan mereka menurun, banyak ikan yang mati secara tiba-tiba, dan masyarakat mulai terserang penyakit.

Tidak dapat dipungkiri bahwa MNC (Multinational Corporations) menjadi salah satu fenomena yang muncul dalam ekonomi internasional. Karakteristik dari MNC yang menyebar dan saling berjejaring membuatnya kian meluas di seantero market global. Firma multinasional memerlukan peninjauan atau observasi yang memakan waktu hingga bertahun lamanya sebelum memutuskan untuk melakukan produksi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan MNC untuk menancapkan kukunya di suatu negara seperti, tersedianya sumberdaya alam, buruh berbiaya rendah, dan stabilitas keamanan dinegara itu sendiri. Selain itu, kemudahan politik dalam hal administrasi juga menjadi pertimbangan sebuah perusahaan multinasional. Sulitnya akses dalam melakukan deal dengan pemerintah hanya akan membawa keuntungan yang kurang maksimal.

Dalam buku yang berjudul Multinational Corporation and Foreign Direct Investment karya Stephen D. Cohen, para akademisi dan pebisnis telah mendeskripsikan tentang kriteria umum yang digunakan sebuah korporasi dalam mempertimbangkan dirinya untuk terjun ke negara asing.

“ Their ultimate goal is simple: finding a location that will allow them to make the most money in the shortest time with least amount of adversity”. (Cohen, 2007, p. 155)

Perusahaan tambang emas dengan nama PT. Newmont Minahasa Raya memulai produksinya pada tahun 1996, dan menghentikan proses produksinya pada 2004, dan kemudian benar-benar menutup segala aktivitasnya di area tambang pada tahun 2006.

PT. Newmont Minahasa Raya mengembangkan tiga objek pengembangan berkelanjutan yaitu di bidang lingkungan, ekonomi, dan sosial. Mereka mengembangkan hutan bekas lahan operasi tambang yang luasnya hampir 450 hektar dan berusaha untuk membangun Botanical Garden disana. Kemudian perusahaan ini juga membiayai konstruksi dan memonitor pengembangan karang bawah laut disekitar perairan Buyat dan Totok, serta mempromosikannya sebagai destinasi wisata bawah air. Tidak hanya itu melihat jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh masyarakat yang mayoritasnya adalah nelayan dalam mencari es, PT. Newmont Minahasa Raya membangun alat penyimpan es dan perusahaan blok es di bekas pelabuhannya dahulu. (Newmont Mining Corporation, 2013)

Beberapa kegiatan perusahaan yang dinilai negatif dan tidak berpihak terhadap masyarakat seperti  pembagian hasil eksplorasi yang tidak adil. Jaringan Advokasi Tambang tahun 2004 menunjukan bahwa produksi peusahaan sejak tahun 1999 adalah sebesar 11 miliar/harinya dengan pembagian 70% diambil oleh PT.NMR dan 30% dibagi ke pemerintah pusat dan daerah. (Musda, 2014) 

Jika dihitung maka dalam setahun PT.NMR dapat meraup keuntungan sebesar 3.960 miliar dalam setahun. Negara hanya diberikan 470 miliar dalam setahunnya. Kedua angka tersebut jelas tidak seimbang apabila kita melihat bahwa Indonesia adalah pemilik lahan proyek tambang. Tidak hanya itu, pencemaran limbah tailing oleh PT.NMR di Teluk buyat juga merupakan bukti nyata kurangnya kepedulian perusahaan terhadap timbulnya kerusakan ekosistem yang diakibatkan dari proses produksi. Lautan tercemar, ikan banyak yang mati, hasil melaut nelayan mulai berkurang, dan merebaknya berbagai macam penyakit yang diakibatkan kontaminasi logam berat di lautan Buyat. Sikap arogan dan suka menutup-nutupi informasi, membuat banyak orang yang tinggal disekitar wilayah tambang merasa bahwa perusahaan hanya memikirkan profit tanpa mengindahkan hubungan yang baik antara pengelola tambang dan masyarakat.

Perilaku yang diperlihatkan oleh PT.NMR tidaklah mencerminkan harapan dan keinginan masyarakat untuk dapat hidup lebih sejahtera. Dari aspek sosial, masyarakat merasa bahwa arogansi perusahaan selama melakukan eksplorasi di daerah mereka hanya akan menimbulkan ketidak sukaan dan apabila dikaji lebih jauh, relasi yang renggang antara pihak perusahaan dan warga tentu akan menyulitkan kedua belah pihak dalam melakukan diskusi. Dalam menjalankan program CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan di daerah operasi, PT.NMR akan dihadapkan dengan kurangnya partisipasi serta kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan, meskipun pada akhirnya perusahaan mampu untuk mengatasi pelbagai problem yang muncul.

Adapun dari sisi ekonomi, pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat menjadi pukulan telak bagi masyarakat pesisir, dikarenakan melaut adalah kegiatan sehari-hari masyarakat Buyat untuk mencari peruntungan hidup. Di tambah merebaknya berbagai macam jenis penyakit dan banyak warga yang tidak memiliki cukup dana untuk berobat. Perekonomian masyarakat mengalami penurunan akibat dari pencemaran yang terjadi.

Menurut saya, kasus pencemaran lingkungan di Teluk Buyat merupakan satu dari banyak kejahatan korporasi (Corporate Crime) yang tercium ke hadapan publik. Negara-negara berkembang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku bisnis multinasional. Disamping buruh yang murah, kekayaan sumber daya alam menjadi daya tarik utama, khususnya bagi firma multinasional yang bergerak dibidang pertambangan, perminyakan, dan gas alam. Tidak ayal ketika Indonesia tergolong kedalam negara berkembang dengan segala kekayaan alamnya menjadi objek investasi dan eksploitasi.

Kemudian, hemat saya dalam merespon kasus ini adalah pemerintah harus memperkuat regulasi serta memberi perhatian yang lebih terhadap kinerja perusahaan multinasional yang bergerak di Indonesia. Kita tidak hanya melihat bahwa masuknya MNC sebagai salah satu alat pendorong laju ekonomi, akan tetapi, kita juga harus melihat bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Regulasi yang jelas dan tidak memihak akan meningkatkan awareness  dari perusahaan, sehingga kebijakan ataupun langkah perusahaan akan ditinjau mengenai dampak baik dan buruknya serta bagiamana meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang hanya akan menurunkan profitabilitas dan nama baik perusahaan.

                                                
Sumber :

Cohen, S. D. (2007). Multinational Corporations and Foreign Direct Investment. New York: Oxford University Press, Inc.

Musda. (2014). Dampak Kerusakan Lingkungan Pertambangan Newmont Merupakan Cermin Bisnis yang Tidak Beretika . 5-6.

Newmont Mining Corporation. (2013, 7 25). Newmont. Retrieved from Newmont Corporation Web Site: http://www.newmont.com/newsroom/newsroom-details/2013/A-Study-in-Sustainable-Development-after-Mine-Closure/default.aspx

Lutfillah, K. Maret 2013, “Kasus Newmont Pencemaran di Teluk Buyat”,Journal Kybernan. Volume 2, No. 1, http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/TEKNIK%20PERTAMBANGAN/TEKNIK%20PERTAMBANGAN%20202011/KASUS%20NEWMONT.PDF










Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Headline News

5 Tips Sukses Berwirausaha Bagi Pemuda

Liputan6 RSS

Jumlah Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.